KATA PENGANTAR
Puji syukur kita haturkan atas
kehadirat Alla SWT yang telah memberikan kita berbagai macam nikmat, sehingga
aktivitas hidup yang kita jalani ini akan selalu membawa keberkahan, baik
dikehidupan didunia ini, lebih-lebih lagi kehidupan akhirat kelak, sehingga
semua harapan yang ingin kita capai menjadi lebih mudah dan penuh manfaat.
Terimakasih sebelum dan sesudahnya kami
ucapkan kepada ……………………… selaku dosen pembimbing serta teman-teman sekalian yang
telah membantu, sehingga makalah ini dapat terselesaikan dalam waktu yang telah
ditentukan.
Kami sangat menyadari, dalam penyusunan
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan serta masih banyak
kekurangan-kekurangannya, baik dari segi tata bahasa maupun dalam hal
pengkonsolidasian kepada dosen serta teman-teman yang kadang kala hanya
menuruti goisme pribadi, untuk itu besar harapan kami jika ada kritik dan saran
yang membangun untuk lebih menyempurnakan makalah-makalah kami dilain waktu.
Harapan yang paling besar dari
penyusunan makalah ini adalah, mudah-mudahan apa yang kami susun ini penuh
manfaat, baik untuk pribadi, teman-teman, serta orang lain yang ingin mengambil
atau menyempurnakannya lagi.
Penulis
Konoha, 20
DAFTAR ISI
A. Dasar
Akuntansi Pajak Penghasilan
B. Akuntansi
Untuk Rugi Operasi Neto
D. Tinjauan
Metode Aset Liabilitas
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap perusahaan di Indonesia dalam membuat laporan keuangan diharuskan
untuk mengikuti kaidah Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) agar dapat
menghasilkan laporan keuangan yang kredibel dan informatif kepada investor dan
kreditor. Selain itu, perusahaan juga diharuskan untuk menyusun laporan laba
rugi berdasarkan aturan perpajakan. Sejumlah
perbedaan antara PSAK dan aturan pajak menghasilkan dua jenis penghasilan, yaitu laba sebelum pajak (perhitungan
menurut PSAK) dan penghasilan kena pajak (perhitungan menurut aturan fiskal).
Oleh karena itu, jumlah beban pajak yang dilaporkan perusahaan akan berbeda
dengan jumlah pajak terutang yang dilaporkan untuk kepentingan perpajakan.
PSAK No. 46 mengenai akuntansi pajak penghasilan efektif berlaku untuk
penyusunan dan penyajian laporan keuangan yang mencakup periode laporan yang
dimulai pada atau setelah tanggal 1 Januari 1999 bagi perusahaan go public.
PSAK
No. 46 bertujuan untuk mengukur perbedaan waktu pengakuan dalam pengakuan
laporan keuangan komersil dengan pendekatan aktiva kewajiban (Kiswara, 2009).
Perbedaan waktu pengakuan aktiva maupun kewajiban dalam SAK dan aturan pajak
yang menyebabkan
perbedaan
dalam
laporan
laba
rugi
yang
dihasilkan.
Hal
ini
menyebabkan adanya perbedaan
temporer. Menurut PSAK
No.46, perbedaan temporer adalah
perbedaan antara jumlah tercatat aset atau liabilitas pada posisi keuangan
dengan dasar pengenaan pajaknya. Perbedaan temporer ini
menyebabkan dua laba untuk dua kepentingan yang berbeda.
Perbedaan temporer ini menjadi salah satu instrumen bagi manajer untuk
melakukan manajemen laba. Perbedaan
temporer menunjukkan komponen dari pendapatan atau biaya yang diakui di periode
akuntansi yang berbeda antara aturan akuntansi
keuangan dan aturan
perpajakan. Mills dan
Newberry (2001) dalam Phillips et al., (2001)
menyimpulkan dari hasil penelitian mereka bahwa perbedaan temporer yang besar
timbul karena indikasi adanya diskresi akrual. Diskresi akrual adalah pengakuan
pendapatan atau beban yang bebas tidak diatur dan merupakan pilihan kebijakan
manajemen. Konsep akrual ini memberikan sebuah peluang bagi manajemen untuk
melakukan rekayasa laba sesuai dengan kepentingannya masing – masing.
Berbagai penelitian akuntansi perpajakan mencoba untuk
mengatahui komponen-komponen
dari perbedaan temporer yang dapat digunakan untuk dapat mendeteksi adanya
manajemen laba di dalam perusahaan. Penelitian oleh Philips et al.,
(2001) menyimpulkan bahwa beban pajak tangguhan dapat digunakan untuk
mendeteksi adanya manajemen laba. Beban pajak tangguhan adalah refleksi dampak
pajak dari perbedaan temporer antara laba sebelum
pajak dan laba kena pajak yang timbul akibat perlakuan akrual pendapatan dan beban yang mempengaruhi kedua jenis laba tersebut dalam periode yang berbeda.
Mills dan Newberry (2001) dalam Philips et al., (2001) menyatakan bahwa
semakin besar insentif manajemen
untuk melakukan manajemen laba akan
menyebabkan semakin besarnya
perbedaan antara laba akuntansi dengan laba fiskal. Philips et
al., (2001) mengasumsikan bahwa manager mengelola
peningkatan laba buku tanpa meningkatkan pula laba kena pajak. Diskresi
manajemen seperti ini akan meningkatkan perbedaan temporer buku-pajak
yang dapat meningkatkan beban pajak tangguhan sehingga beban pajak tangguhan
dapat berguna untuk mendeteksi manajemen laba.
Berbagai penelitian akuntansi perpajakan lainnya juga menghasilkan
penyisihan aktiva pajak tangguhan sebagai instrumen manajemen dalam melakukan
manajemen laba. PSAK No. 46 mengakui aktiva pajak tangguhan untuk seluruh perbedaan temporer dapat
dikurangkan , sepanjang kemungkinan besar bahwa laba kena pajak akan tersedia
dalam jumlah yang cukup memadai sehingga perbedaan temporer dapat dikurangkan
(deductible temporary differences) tersebut dapat dimanfaatkan (PSAK No.46,
par. 24) dan dengan kata lain besaran aktiva pajak tangguhan dicatat bila
dimungkinkan adanya realisasi manfaat pajak di masa yang akan datang.
Aktiva pajak tangguhan harus dikurangi oleh penyisihan pajak tangguhan
apabila terdapat probabilitas kurang dari 50 persen aktiva pajak tangguhan akan
terealisasi. PSAK No.46 mensyaratkan agar pada tanggal neraca perusahaan harus
meninjau kembali nilai tercatat aktiva pajak tangguhan. Oleh karena itu
dibutuhkan judgement untuk menaksir seberapa mungkin aktiva
pajak
tangguhan
tersebut
dapat
direalisasikan
(Suranggane, 2007). Sifat subjektif dalam
menentukan penyisihan aktiva pajak tangguhan menyediakan sebuah kesempatan bagi
perusahaan untuk melakukan manajemen laba (Kieso, 2010). Penyisihan aktiva
pajak tangguhan dapat menjadi instrumen dalam melakukan manajemen laba karena
perubahan dalam penyisihan aktiva pajak tangguhan mempengaruhi laba operasi
berjalan perusahaan yang kemudian mempengaruhi laba bersih pada periode
berjalan (Miller & Skinner, 1998).
Phillips et al., (2004) berpendapat bahwa perusahaan melakukan
manajemen laba secara oportunis dengan meningkatkan dan menurunkan penyisihan aktiva pajak tangguhan
yang menunjukkan manajemen beban pajak tangguhan dan bukan manajemen laba
sebelum pajak. Peningkatan pada saldo penyisihan akan meningkatkan pula saldo
beban pajak tangguhan dan akan menurunkan laba sebelum pajak (laba buku) dan
begitu pun sebaliknya. Pendapat di atas menunjukkan seolah – olah beban pajak
tangguhan memiliki sifat dan kemampuan yang sama dalam mendeteksi manajemen
laba, padahal kedua instrumen hasil penelitian akuntansi perpajakan tersebut
memiliki dasar fundamental yang berbeda sehingga kedua instrumen tersebut
dapat menjadi alat
untuk mendeteksi manajemen
laba. Beban pajak tangguhan
merupakan hasil dari pengakuan akrual berdasrkan diskresi manajemen yang
menyebabkan perbadaan antara laba buku-pajak. Penyisihan aset pajak tangguhan
berasal dari sifat subjektivitas dalam Standar Akuntansi Keunagan yang tidak
menetapkan aturan baku bagi manajemen dalam mentukan penyisihan aktiva pajak tangguhan. Beban pajak tangguhan
memiliki beberapa kelemahan
dalam pendeteksian manajemen laba. Beban pajak tangguhan tidak dapat
menangkap semua aktivitas manajemen laba karena adanya perbedaan permanen
buku-pajak yang tidak menhasilkan
perbedaan temporer buku-pajak.
Manajer juga dapat
membuat keputusan akrual yang mengubah arus kas operasi dan mempengaruhi
baik laba sebelum pajak maupun laba kena pajak. Beban pajak tangguhan tidak
dapat menangkap semua aktivitas manajemen laba sehingga perlu instumen komponen
perbedaan temporer lainnya untuk dijadikan perbandingan kemampuannya dalam
mendeteksi manajemen laba dan komponen pembanding dalam penelitian ini adalah
penyisihan aktiva pajak tangguhan. Penyisihan aktiva pajak tangguhan juga
memiliki kelemahan berdasarakan kesimpulan penelitian oleh Bauman et al.,
(2000), yaitu tidak semua
perubahan dalam penyisihan aktiva pajak tangguhan tercatat yang mempengaruhi
pajak penghasilan dalam operasi berkelanjutan. Pengguna laporan keuangan pun
tidak dapat menyimpulkan komponen perbedaan temporer mana yang lebih tepat
secara langsung untuk digunakan dalam mendeteksi manajemen laba.
Literatur akuntansi mendefinisikan manajemen laba dengan berbagai cara.
Manajemen laba terjadi ketika manager menggunakan judgement dalam
pelaporan keuangan dan dalam
strukturisasi transaksi untuk
mengubah laporan keuangan dengan tujuan menyesatkan stakeholder
mengenai apa kinerja ekonomi yang sebenarnya terjadi di dalam perusahaan
(Healy dan Wahlen 1998). Chao et al., (2004) dengan lebih spesifik mendefinisikan manajemen laba dengan “sebuah proses dalam
mengambil langkah yang disengaja di dalam batasan Generally Accepted Accounting
Principles untuk menghasilkan tingkat laba dilaporkan yang diinginkan”.
Burgstahler dan Dichev (1997) berhipotesis bahwa manager memiliki
insentif untuk menghindari pelaporan penurunan laba dan menghindari pelaporan
kerugian. Degeorge et al., (1999) mengemukakan bahwa manajer berusaha
untuk memenuhi atau melebihi ramalan analis. Penelitian ini akan membandingkan
dua komponen bawaan dari adanya perbedaan temporer buku-pajak yang akhir
– akhir ini menjadi objek penelitian akuntansi perpajakan, yaitu kemampuan
beban pajak tangguhan dan penyisihan aktiva pajak tangguhan dalam mendeteksi
manajemen laba. Dalam menginvestigasi perbandingan kemampuan beban pajak
tangguhan dan penyisihan aktiva pajak tangguhan,
penulis menggunakan bukti
manajemen laba dalam penelitian Burgstahler dan Dichev
(1997) dan Degeorge et al., (1999) untuk mengidentifikasi manajemen laba
untuk memenuhi dua target laba: (1) untuk menghindari pelaporan penurunan laba,
dan (2) untuk menghindari pelaporan kerugian.
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimanakah dasar
akuntansi untuk pajak penghasilan?
2.
Bagaimanakah akuntansi
untuk kerugian operasi neto?
3.
Bagaimanakah penyajian
laporan keuangan?
4.
Bagaimanakah tinjauan
metode aset-liabilitas?
C. Tujuan
1.
Mengetahui dasar
akuntansi untuk pajak penghasilan
2.
Mengetahui bagaimana
akuntansi untuk kerugian operasi neto
3.
Mengetahui bagaimana
penyajian laporan keuangan
4.
Mengetahui bagaimana
metode aset liabilitas
BAB II PEMBAHASAN
A. Dasar Akuntansi
Pajak Penghasilan
Perusahaan juga harus mengajukan
pengembalian pajak penghasilan berdasarkan pedoman yang dikembangkan oleh
otoritas pajak yang sesuai. Oleh karena IFRS dan peraturan pajak berbeda dalam
beberapa cara, maka pajak penghasilan sebelum pajak dan laba kena pajak pun
sering kali berbeda. Akibatnya jumlah yang dilaporkan perusahaan sebagai beban
pajak akan berbeda dari jumlah pajak yang harus dibayar keotorisasi perpajakan.
Pendapatan
keuangan sebelum pajak (pretax financial income) adalah istilah pelaporan keuangan. Hal ini sering juga disebut laba sebelum pajak, laba untuk tujuan
pelaporan keuangan, atau laba untuk tujuan pembukuan. Perusahaan menentukan
laba sebelum pajak menurut IFRS. Perusahaan mengukurnya dengan tujuan
memberikan informasi yang berguna kepada investor dan kreditor.
Laba
kena pajak (taxable income)-laba untuk tujuan pajak-adalah istilah akuntansi pajak. Ini menunjukkan jumlah
yang digunakan untuk menghitung pajak penghasilan yang terutang. Perusahaan
menentukan laba kena pajak sesuai dengan peraturan perpajakan. Pajak
penghasilan memberikan uang untuk mendukung operasi pemerintah.
1.
Jumlah Kena Pajak Masa
Depan dan Pajak Tangguhan
Perbedaan temporer (temporary difference) adalah selisih
antara dasar pengenaan pajak atas aset atau liabilitas dan jumlah yang
dilaporkan (jumlah tercatat atau nilai buku) dalam laporan keuangan, yang akan
menimbulkan jumlah kena pajak atau jumlah yang dapat dikurangkan di tahun tahun
depan. Jumlah kena pajak (taxable amounts) meningkatkan laba kena
pajak di tahun tahun depan. Jumlah yang
dapat dikurangkan (deductible amounts)
akan mengurangi laba kena pajak di tahun-tahun depan.
a.
Liabilitas Pajak
Tangguhan
Liabilitas pajak tangguhan
(differed tax liability) merupakan
konsekuensi pajak tangguhan yang terkait dengan perbedaan temporer kena pajak.
Dengan kata lain, liabilitas pajak
tangguhan merupakan kenaikan pajak yang harus dibayar pada tahun- tahun depan
sebagai akibat adanya perbedaan temporer kena pajak yang terjadi pada akhir
tahun berjalan.
Beban pajak kini (current tax expense), adalah jumlah
pajak penghasilan terutang untuk periode berjalan, dan beban pajak tangguhan. Beban pajak tangguhan (differed tax expense) adalah kenaikan
saldo liabilitas pajak tangguhan dari awal sampai akhir periode akuntansi.
b.
Ringkasan Tujuan
Akuntansi Pajak Penghasilan
Tujuan pertama akuntansi untuk
pajak penghasilan adalah dengan mengakui jumlah pajak yang harus dibayar atau
dapat dikembalikan untuk tahun berjalan. Tujuan
kedua adalah untuk mengakui liabilitas dan aset pajak tangguhan atau
konsekuensi pajak dimasa depan dari kejadian yang telah diakui dalam laporan
keuangan atau laporan pajak.
2.
Jumlah Dapat
Dikurangkan Masa Depan dan Pajak Tangguhan
Asumsikan bahwa
selama tahun 2011, Cunningham Inc. Memperkirakan biaya garansi terkait dengan
penjualan oven microwave adalah
sebesar $500.000, yang dibayarkan secaa merata selama dua tahun ke depan. Untuk
tujuan pembukuan, pada tahun 2011 Cunningham melaporkan beban garansi dan
terkait estimasi liabilitas atas garansi sebesar $500.000 dalam laporan
keuangannya. Untuk tujuan pajak, pemotongan
pajak garansi tidak diperbolehkan sampai garansi dibayar. Oleh karena itu,
Cuningham tidak mengakui liabilitas garansi dalam laporan posisi keuangan untuk
dasar pengenaan pajak. Ilustrasi 19.11 menunjukkan laporan posisi keuangan pada
akhir tahun 2011.
Per
buku |
31/12/11 |
Per
pengembalian pajak |
31/12/11 |
Estimasi
liabilitas atas garansi |
$500.000 |
Estimasi
liabilitas atas garansi |
$-0- |
Ilustrasi 19.11 Perbedaan Temporer
Pendapatan penjualan
Ketika
Cunningham membayar liabilitas garansi, mereka melaporkan beban (jumlah yang
dapat dikurangkan) untuk tujuan pajak. Oleh karena perbedaan temporer ini,
Cunningham harus mengakui manfaat pajak (konsekuensi pajak positif) pada tahun
2011 atas potongan pajak yang akan dihasilkan dari penyelesaian liabilitas di
masa depan. Cunningham melaporkan manfaat pajak masa depan ini dalam laporan
posisi keuangan 31 Desember 2011 sebagai aset
pajak tangguhan.
Kita dapat memikirkan situasi ini dari sisi lain. Jumlah
yang dapat dikurangkan dapat terjadi dari pengembalian pajak di masa depan. Jumlah dikurangkan di masa depan ini
menyebabkan laba kena pajak kurang dari laba sebelum pajak di masa depan akan
sebagai akibat adanya perbedaan kontemporer. Perbedaan temporer Cunningham
timbul (terjadi) dalam satu periode (2011) dan membalikkan selama dua periode
(2012 dan 2013).
a.
Aset pajak tangguhan
(pengakuan)
Aset pajak tangguhan (deffered tax asset) merupakan
konsekuensi pajak tangguhan yang timbul dari perbedaan temporer yang dapat
dikurangkan. Dengan kata lain, aset
pajak tangguhan merupakan kenaikan pajak yang dapat dikenbalikan (atau
disimpan) pada tahun-tahun depan sebagai akibat perbedaan temporer yang dapat
dikurangkan yang terjadi pada akhir tahun berjalan.
Manfaat pajak tangguhan
(differed tax benefit) diakibatkan
adanya kenaikan aset pajak tangguhan dari awal sampai akhir periode akuntansi
(serupa dengan contoh liabilitas pajak tangguhan Chelsea sebelumnya). Manfaat
pajak tangguhan merupakan komponen negatif dari beban pajak penghasilan.
b.
Aset Pajak Tangguhan
(Nonpengakuan)
Perusahaan
mengakui aset pajak tangguhan untuk semua perbedaan temporer yang dapat
dikurangkan. Namun, berdasarkan bukti yang ada, perusahaan harus mengurangi
aset pajak tangguhan jika besar kemungkinan bahwa perusahaan tersebut tidak akan merealisasi sebagian atau
seluruh aset pajak tangguhan. “Besar
kemungkinan (probable)” berarti
tingkat kemungkinan setidaknya paling sedikit lebih dari 50 persen.
Asumsikan bahwa
Jensen Co. Memiliki perbedaan temporer yang dapat dikurangkan sebesar
€1.000.000 pada akhir tahun pertama operasinya. Tarif pajaknya adalah 40 persen
yang berarti bahwa Jensen mencatat aset pajak tangguhan sebesar €400.000
(€1.000.000 × 40%). Dengan asumsi utang pajak pajak penghasilan sebesar
€900.000, Jensen mencatat beban pajak penghasilan, aset pajak tangguhan, dan
utang pajak penghasilan sebagai berikut.
Beban pajak
penghasilan 500.000
Aset pajak
tangguhan 400.000
Utang pajak penghasilan 900.000
Setelah
meninjau semua bukti yang ada dengan seksama, Jensen menentukan bahwa
kemungkinan besar mereka tidak akan merealisasi sebesar €100.000 dari aset
pajak tangguhan tersebut. Jensen mencatat penurunan nilai aset ini sebagai
berikut.
Beban pajak
penghasilan 100.000
Aset pajak tangguhan 100.000
Jurnal ini
meningkatkan beban pajak penghasilan pada periode berjalan karena Jensen tidak
berharap untuk merealisasi manfaat pajak untuk sebagian perbedaan temporer yang
dapat dikurangkan. Jensen secara
bersamaan mengakui penurunan jumlah tercatat aset pajak tangguhan. Jensen
kemudian melaporkan aset pajak tangguhan sebesar €300.000 dalam laporan posisi
keuangannya.
Jensen mengevaluasi akun aset pajak tangguhan pada akhir
periode akuntansi. Jika, pada akhir
periode berikutnya, Jensen mengharapkan tentang akan merealisasi sebesar
€350.000 dari aset pajak tangguhan ini, Jensen membuat jurnal untuk
menyesuaikan akun tersebut sebagai berikut.
Aset pajak
tangguhan (€350.000-300.000) 50.000
Beban pajak penghasilan 50.000
Jensen harus
mempertimbangkan semua bukti yang ada, baik positif maupun negatif, untuk
menentukan apakah berdasarkan bukti yang ada, perlu disesuaikan dengan aset
pajak tangguhan. Misalnya, jika Jensen telah mengalami serangkaian kerugian
selama beberapa tahun, Jensen dapat mengamsumsikan bahwa kerugian tersebut akan
berlanjut. Oleh karena itu, Jensen akan kehilangan keuntungan dari jumlah
dikurangkan di masa depan.
Umumnya laba
kena pajak yang cukup besar timbul dari perbedaan temporer kena pajak yang akan
dibalik di masa depan atau dari strategi perencanaan pajak yang akan
menghasilkan laba kena pajak di masa depan. Ilustrasi 19.12 menunjukkan
bagaimana Ahold (NLD) memnggambarkan
pelaporan aset tangguhannya.
Ilustrasi 19.12
Catatan 11.
Penilaian signifikan diperlukan untuk menentukan apakah aset pajak tangguhan dapat direalisasi. Ahold
menentukan hal ini berdasarkan perkiraan laba kena pajak yang timbul dari
liabilitas pajak tangguhan yang diakui berdasarkan anggaran, perkiraan arus
kas, dan metode penurunan nilai. Jika utilisasi tersebut tidak
memungkinkan, maka aset pajak tangguhan tidak diakui.
Pengungkapan Aset Pajak Tangguhan
3.
Penyajian Laporan Laba
Rugi
Situasi yang
terjadi akan mempengaruhi apakah perusahaan harus menambahkan atau mengurangkan perubahan pajak penghasilan
tangguhan ke atau dari utang pajak penghasilan dalam menghitung beban pajak
penghasilan. Misalnya, perusahaan menambahkan kenaikan liabilitas pajak
tangguhan ke utang pajak penghasilan. Di sisi lain, perusahaan mengurangkan
kenaikan aset pajak tangguhan dari utang pajak penghasilan. Ilustrasi 19.13
digunakan untuk menghitung beban (manfaat) pajak penghasilan.
Utang pajak penghasilan atau Perubahan Pajak total beban atau Pajak penghasilan yang dapat ± penghasilan
= manfaat
pajak Dikembalikan tangguhan penghasilan
Ilustrasi 19.13
Formula
untuk menghitung beban pajak penghasilan
Dalam laporan
laba rugi atau catatan atas laporan keuangan, perusahaan harus mengungkapkan
komponen signifikan dari beban pajak penghasilan yang dapat diatribusikan
kepada operasi yang dilanjutkan.
4.
Perbedaan spesifik
Beberapa item dapat menimbulkan perbedaan antara
laba sebelum pajak dan laba kena pajak. Untuk tujuan pengakuan akuntansi,
perbedaan ini ada dua jenis: (1) temporer, dan (2) permanen.
a.
Perbedaan temporer
Perbedaan temporer kena pajak (taxable temporary difference) adalah
perbedaan temporer yang menimbulkan jumlah kena pajak pada tahun-tahun depan
ketika aset yang bersangkutan dipulihkan. Perbedaan
temporer dapat dikurangkan (deductible
temporary differences) adalah perbedaan temporer yang menimbulkan jumlah
yang dapat dikurangkan pada tahun-tahun depan ketika jumlah tercatat liabilitas
terkait diselesaikan. Perbedaan temporer kena pajak menimbulkan pencatatan
liabilitas pajak tangguhan. Perbedaan temporer dapat dikurangkan menimbulkan
pencatatan aset pajak tangguhan.
Menentukan
perbedaan temporer mungkin akan sulit bagi perusahaan. Perusahaan harus
menyusun laporan posisi keuangan untuk tujuan perpajakan yang dapat
dibandingkan dengan laporan posisi keuangan sesuai IFRS. Beberapa perbedaan
antara dua laporan posisi keuangan tersebut termasuk dalam perbedaan temporer.
Aspek yang
timbul dan pembalikan dari perbedaan temporer. Perbedaan
temporer yang timbul (originating temporary differences) adalah perbedaan awal antara dasar
pembukuan dan dasar pengenaan pajak aset atau liabilitas tersebut. Disisi lain,
perbedaan oembalikan (reversing difference) terjadi ketika
perusahaan menghilangkan perbedaan temporer yang timbul dari periode
sebelumnya, dan kemudian menghapus pengaruh pajak terkait dari akan akun pajak
tangguhan.
b.
Perbedaan permanen
Beberapa
perbedaan antara laba kena pajak dan laba sebelum pajak besifat permanen. Perbedaan permanen (permanent differences) timbul dari item
yang (1) masuk kedalam laba sebelum pajak, tetapi tidak pernah masuk ke dalam
laba kena pajak; atau (2) masuk ke dalam laba kena pajak, tetapi tidak pernah
masuk ke dalam laba sebelum pajak.
Pemerintah
menetapkan berbagai ketentuan undang undang pajak untuk mencapai tujuan
politik, ekonomi, dan sosial tertentu. Beberapa ketentuan ini mengecualikan
pendapatan tertentu dari perpajakan, membatasi biaya yang dapat dikurangkaan
tertentu, dan mengizinkan pengurangan biaya lain-lain tertentu yang melebihi
biaya yang terjadi. Perusahaan yang memiliki penghasilan bebas pajak, biaya
yang tidak dapat dikurangkan, atau pengurangan yang dizinkan melebihi harga,
memiliki tarif pajak efektif yang berbeda dengan tarif pajak biasa (reguler).
Oleh karena
perbedaan permanen hanya mempengaruhi periode terjadinya, maka tidak
menimbulkan jumlah kena pajak masa depan atau jumlah dapat dikurangkan.
Akibatnya, perusahaan tidak mengakui
adanya konsekuensi pajak tangguhan.
5.
Pertimbangan Tarif
Pajak
Tarif pajak
yang berlaku tidak berubah dari satu tahun ke tahun berikutnya. Dengan
demikian, untuk menghitung jumlah pajak penghasilan tangguhan dalam laporan
posisi keuangan, perusahaan hanya mengalikan perbedaan temporer kumulatif
dengan tarif pajak kini.
a.
Tarif Pajak Masa Depan
Apa yang akan
terjadi jika tarif pajak diperkirakan akan berubah di masa depan? Dalam hal
ini, perusahaan harus menggunakan tarif
pajak yang berlaku secara substansial (substancially
anacted tax rate) yang diharapkan berlaku. Oleh karena itu, prusahaan harus
mempertimbangkan perubahan tarif pajak yang akan berlaku efektif untuk
tahun-tahun depan ketika menentukan tarif pajak yang akan digunakan untuk
menghitung perbedaan temporer.
b.
Revisi Tarif Pajak
Masa Depan
Jika terjadi perubahan tarif pajak
yang berlaku, perusahaan harus mencatat pengaruhnya terhadap akun pajak
penghasilan tangguhan yang ada dengan segera. Perusahaan melaporkan pengaruh tersebut sebagai penyesuaian terhadap
beban pajak penghasilan pada periode tersebut.
B. Akuntansi Untuk
Rugi Operasi Neto
Rugi
operasi Neto (net operating loss - NOL) untuk tujuan perpajakan
terjadi ketika biaya yang dapat dikurangkan dari pajak melebihi laba kena
pajak. Beban pajak yang tidak adil kan terjadi jika perusahaan dikenai pajak
selama periode yang menguntungkan tanpa menerima keringanan pajak selama
periode rugi operasi neto.
1.
Kerugian Carryback
Dengan menggunakan kerugian
carryback (loss carryback), perusahaan dapat "membawa" (carry)
rugi operasi neto dua tahun ke belakang dan menerima pengembalian pajak
penghasilan yang dibayarkan pada
tahun-tahun tersebut. Perusahaan harus menggunakan kerugian tersebut pada tahun
sebelumya, dan kemudian ke tahun ke dua. Jika masih ada kerugian yang tersisa
setelah carryback dua tahun,
perusahaan dapat meneruskan kerugian yang tersisa tersebut sampai 20 tahun ke
depan untuk menyaling hapus (offset) laba jena pajak di masa depan.
2.
Kerugian Carryforward
Perusahaan dapat melepaskan kerugian carryback dan
hanya menggunakan opsi kerugian carryforward (loss carryforward), untuk
menyaling hapus (offset) laba kena pajak di masa depan sampai 20 tahun.
a.
Contoh Kerugian Carryback
Berdasarkan hukum, Groh Inc. harus menerapkan carryback pertama ke tahun kedua sebelum tahun mengalami
kerugian. untuk akuntansi dan tujuan pajak, menerima pengembalian uang pajak
merupakan pengaruh pajak (tax effect) atau manfaat pajak (tax benefits) dari kerugian carryback.
b.
Contoh Kerugian Carryforward
Perusahaan menggunakan Carryforward untuk menyaling hapus (offset)
laba kena pajak di masa depan, pengaruh pajak dari kerugian carryforward merupakan penghematan pajak di
masa depan. Realisasi manfaat pajak masa depan bergantung pada laba masa depan,
yang masih tidak pasti.
C. Penyajian Laporan Keuangan
1.
Laporan Posisi
Keuangan
Perusahaan mengklasifikasikan piutang atau utang pajak
sebagai aset lancar atau liabilitas jangka pendek. Meskipun aset dan liabilitas
pajak kini diakui dan diukur secara terpisah, tetapi aset tersebut dapat saling
hapus (offset) satu sama lain dalam
laporan posisi keuangan. Saling hapus terjadi karena perusahaan biasanya
memiliki hak yang berkekuatan hukum untuk menetapkan aset pajak kini (piutang
pajak) terhadap liabilitas pajak kini (utang pajak) bila berhubungan dengan
pajak penghasilan yang dipungut oleh otoritas perpajakan yang sama. Aset pajak
tangguhan dan liabilitas pajak tangguhan juga diakui dan diukur secara
terpisah, tetapi dapat saling hapus dalam laporan posisi keuangan. Aset pajak
tangguhan neto atau liabilitas pajak tangguhan neto di laporkan pada bagian
tidak lancar laporan posisi keuangan.
2.
Laporan Laba Rugi
Perusahaan mengalokasikan beban (atau manfaat) pajak
penghasilan ke operasi yang di lanjutkan, operasi yang di hentikan, penghasilah
kompherensif lain, penyesuaian periode sebelumya. pendekatan ini di sebut alokasi pajak antar periode (interperiod
tax allocation). selain itu,
komponen beban (manfaat) pajak dapat
mencakup:
a.
Beban (manfaat) pajak kini.
b.
Setiap penyesuaian yang diakui dalm periode pajak kini pada
periode sebelumya.
c.
Jumlah beban (manfaat) pajak tangguhan sehubungan dengan
originasi dan pembalikan perbedaan temporer.
d.
Jumlah beban (manfaat) pajak tangguhan sehubungan dengan
perubahan tarif pajak atau pengenaan pajak baru.
e.
Jumlah manfaat yang
timbul dari rugi pajak (rugi fiskal), kredit pajak, atau perbedaan temporer
yang sebelumnya tidak diakui pada periode sebelumnya, yang digunakan untuk
mengurangi beban pajak kini dan tangguhan.
3.
Rekonsiliasi Pajak
Pengungkapan penting lainnya adalah rekonsiliasi antara
beban pajak aktual dan tarif pajak yang berlaku. perusahaan dapat menyajikan:
Ø Rekonsiliasi numerik
antara beban (manfaat) pajak dan hasil laba akuntansi di kaikan dengan tarif
pajak yang berlaku, yang juga mengungkapkan dasar tarif pajak yang berlaku.
Ø Rekonsiliasi numerik
antara rata- rata tarif pajak efektif dab tarif pajak yang berlaku, yang juga
mengungkapkan dasar perhitungan tarif pajak yang berlaku.
Pengungkapan pajak penghasilan di perlukan karena:
a.
Menilai kualitas laba
b.
Membuat predeksi arus kas masa depan yang lebih baik.
c.
Memprediksi arus kas masa depan untuk rugi operasi yang
belum dikompensasi.
D.
Tinjauan Metode Aset Liabilitas
IASB percaya bahwa Metode aset-liabilitas (Asset-liability
method) (kadang-kadang disebut sebagai pendekatan liabilitas) adalah metode
yang paling konsisten untuk menghitung pajak penghasilan. Salah satu tujuan
pendekatan ini adalah untuk mengetahui jumlah pajak yang harus dibayar atau
dapat dikembalikan untuk tahun berjalan. Tujuan kedua adalah untuk mengakui
liabilitas dan aset pajak tangguhan untuk konsekuensi pajak masa depan atas
kejadian yang telah diakui dalam laporan keuangan atau laporan pajak.
Untuk melaksanakan tujuan tersebut, perusahaan menerapkan
beberapa prinsip dasar dalam menghitung pajak penghasilan pada tanggal laporan
keuangan, sebagaimana tercantum dalam ilustrasi 19.14
Ilustrasi 19.14
Prinsip Dasar Metode Aset Liabilitas
Prinsip
Dasar a.
Liabilitas atau aset pajak
kini diakui karena taksiran pajak yang harus dibayar, atau dikembalikan
pada saat pengembalian pajak selama tahun berjalan. b.
Liabilitas atau aset pajak
tangguhan diakui karena taksiran pengaruh pajak dimasa depan yang dapat
datribusikan ke perbedaan temporer dan carryforward. c.
Pengukuran dan liabilitas
pajak kini dan tangguhan didasarkan pada ketentuan undang-undang pajak yang
berlaku; dampak perubahan masa depan dalam undang-undang perpajakan atau
tarif pajak tidak diantisipasi. d.
Pengukuran aset pajak
tangguhan berkurang, jika diperlukan, dnegan jumlah manfaat pajak yang
tidak diharapkan dapat direalisasikan (berdasarkan bukti yang ada).
Ilustrasi 19.15 menggambarkan
prosedur untuk menerapkan metode aset liabilitas.
Ilustrasi 19.15
Prosedur Perhitungan dan
Pelaporan Pajak Penghasilan tangguhan
Mengidentifikasi jenis dan jumlah
perbedaan temporer dan carry forward yang ada.
Pada laporan posisi
keuangan Melaporkan
jumlah tidak lancar neto Pada laporan laba rugi Melaporkan
beban (manfaat)pajak kini dan beban (manfaat) pajak tangguhan dan beban
(manfaat) pajak
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
Pendapatan keuangan sebelum pajak
(pretax financial income) adalah istilah pelaporan keuangan. Hal ini sering
juga disebut laba sebelum pajak, laba untuk tujuan pelaporan keuangan, atau
laba untuk tujuan pembukuan. Perusahaan menentukan laba sebelum pajak menurut
IFRS. Perusahaan mengukurnya dengan tujuan memberikan informasi yang berguna
kepada investor dan kreditor.
Laba kena pajak (taxable
income)-laba untuk tujuan pajak-adalah istilah akuntansi pajak. Ini menunjukkan jumlah yang digunakan untuk
menghitung pajak penghasilan yang terutang. Perusahaan menentukan laba kena
pajak sesuai dengan peraturan perpajakan. Pajak penghasilan memberikan uang
untuk mendukung operasi pemerintah.
Rugi
operasi Neto (net operating loss - NOL) untuk tujuan perpajakan
terjadi ketika biaya yang dapat dikurangkan dari pajak melebihi laba kena
pajak. Beban pajak yang tidak adil kan terjadi jika perusahaan dikenai pajak
selama periode yang menguntungkan tanpa menerima keringanan pajak selama
periode rugi operasi neto.
B.
Saran
Bagi pelajar maupun mahasiswa terutama
yang berada di jurusan akuntansi sangat penting untuk mendalami ilmu akuntansi
mengenai akuntansi pajak penghasilan agar dapat mengantisipasi dan mempunyai
keahlian dalam melakukan pencatatan laporan keuangan.
DAFTAR PUSTAKA
Donald, Kieso E. dkk. 2018. “Akuntansi Keuangan Menengah”. Jakarta: Salemba Empat.