Senin, 24 Januari 2022

AKUNTANSI PAJAK PENGHASILAN

 

KATA PENGANTAR

 

Puji syukur kita haturkan atas kehadirat Alla SWT yang telah memberikan kita berbagai macam nikmat, sehingga aktivitas hidup yang kita jalani ini akan selalu membawa keberkahan, baik dikehidupan didunia ini, lebih-lebih lagi kehidupan akhirat kelak, sehingga semua harapan yang ingin kita capai menjadi lebih mudah dan penuh manfaat.

Terimakasih sebelum dan sesudahnya kami ucapkan kepada ……………………… selaku dosen pembimbing serta teman-teman sekalian yang telah membantu, sehingga makalah ini dapat terselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan.

Kami sangat menyadari, dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan serta masih banyak kekurangan-kekurangannya, baik dari segi tata bahasa maupun dalam hal pengkonsolidasian kepada dosen serta teman-teman yang kadang kala hanya menuruti goisme pribadi, untuk itu besar harapan kami jika ada kritik dan saran yang membangun untuk lebih menyempurnakan makalah-makalah kami dilain waktu.

Harapan yang paling besar dari penyusunan makalah ini adalah, mudah-mudahan apa yang kami susun ini penuh manfaat, baik untuk pribadi, teman-teman, serta orang lain yang ingin mengambil atau menyempurnakannya lagi.

 

Penulis

 

Konoha, 20


 

DAFTAR ISI

 

KATA PENGANTAR.. ii

DAFTAR ISI. iii

BAB I PENDAHULUAN.. 1

A.   Latar Belakang. 1

B.   Rumusan Masalah. 5

C.   Tujuan. 5

BAB II PEMBAHASAN.. 6

A.   Dasar Akuntansi Pajak Penghasilan. 6

B.   Akuntansi Untuk Rugi Operasi Neto. 13

C.   Penyajian Laporan Keuangan. 14

D.   Tinjauan Metode Aset Liabilitas. 16

BAB III PENUTUP. 18

A.   Kesimpulan. 18

B.   Saran. 18

DAFTAR PUSTAKA.. 19

 


 


BAB I PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Setiap perusahaan di Indonesia dalam membuat laporan keuangan diharuskan untuk mengikuti kaidah Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) agar dapat menghasilkan laporan keuangan yang kredibel dan informatif kepada investor dan kreditor. Selain itu, perusahaan juga diharuskan untuk menyusun laporan laba rugi berdasarkan aturan perpajakan. Sejumlah perbedaan antara PSAK dan aturan pajak menghasilkan dua jenis penghasilan, yaitu laba sebelum pajak (perhitungan menurut PSAK) dan penghasilan kena pajak (perhitungan menurut aturan fiskal). Oleh karena itu, jumlah beban pajak yang dilaporkan perusahaan akan berbeda dengan jumlah pajak terutang yang dilaporkan untuk kepentingan perpajakan.

PSAK No. 46 mengenai akuntansi pajak penghasilan efektif berlaku untuk penyusunan dan penyajian laporan keuangan yang mencakup periode laporan yang dimulai pada atau setelah tanggal 1 Januari 1999 bagi perusahaan go public.  PSAK No. 46 bertujuan untuk mengukur perbedaan waktu pengakuan dalam pengakuan laporan keuangan komersil dengan pendekatan aktiva kewajiban (Kiswara, 2009). Perbedaan waktu pengakuan aktiva maupun kewajiban dalam SAK dan aturan pajak yang  menyebabkan  perbedaan  dalam  laporan  laba  rugi  yang  dihasilkan.  Hal  ini menyebabkan   adanya   perbedaan   temporer.   Menurut   PSAK   No.46,   perbedaan temporer adalah perbedaan antara jumlah tercatat aset atau liabilitas pada posisi keuangan dengan dasar pengenaan  pajaknya. Perbedaan temporer ini menyebabkan dua laba untuk dua kepentingan yang berbeda.

Perbedaan temporer ini menjadi salah satu instrumen bagi manajer untuk melakukan manajemen laba. Perbedaan temporer menunjukkan komponen dari pendapatan atau biaya yang diakui di periode akuntansi yang berbeda antara aturan akuntansi  keuangan  dan  aturan  perpajakan.  Mills  dan  Newberry  (2001)  dalam Phillips et al., (2001) menyimpulkan dari hasil penelitian mereka bahwa perbedaan temporer yang besar timbul karena indikasi adanya diskresi akrual. Diskresi akrual adalah pengakuan pendapatan atau beban yang bebas tidak diatur dan merupakan pilihan kebijakan manajemen. Konsep akrual ini memberikan sebuah peluang bagi manajemen untuk melakukan rekayasa laba sesuai dengan kepentingannya masing – masing.

Berbagai penelitian akuntansi perpajakan mencoba untuk mengatahui komponen-komponen dari perbedaan temporer yang dapat digunakan untuk dapat mendeteksi adanya manajemen laba di dalam perusahaan. Penelitian oleh Philips et al., (2001) menyimpulkan bahwa beban pajak tangguhan dapat digunakan untuk mendeteksi adanya manajemen laba. Beban pajak tangguhan adalah refleksi dampak pajak dari perbedaan temporer antara laba sebelum pajak dan laba kena pajak yang timbul akibat perlakuan akrual pendapatan dan beban yang mempengaruhi kedua jenis laba tersebut dalam periode yang berbeda. Mills dan Newberry (2001) dalam Philips et al., (2001) menyatakan bahwa semakin besar insentif   manajemen untuk melakukan manajemen  laba  akan  menyebabkan  semakin  besarnya  perbedaan  antara  laba akuntansi dengan laba fiskal. Philips et al., (2001)  mengasumsikan bahwa manager mengelola peningkatan laba buku tanpa meningkatkan pula laba kena pajak. Diskresi manajemen seperti ini akan meningkatkan   perbedaan temporer buku-pajak yang dapat meningkatkan beban pajak tangguhan sehingga beban pajak tangguhan dapat berguna untuk mendeteksi manajemen laba.

Berbagai penelitian akuntansi perpajakan lainnya juga menghasilkan penyisihan aktiva pajak tangguhan sebagai instrumen manajemen dalam melakukan manajemen laba. PSAK No. 46 mengakui aktiva pajak tangguhan   untuk seluruh perbedaan temporer dapat dikurangkan , sepanjang kemungkinan besar bahwa laba kena pajak akan tersedia dalam jumlah yang cukup memadai sehingga perbedaan temporer dapat dikurangkan (deductible temporary differences) tersebut dapat dimanfaatkan (PSAK No.46, par. 24) dan dengan kata lain besaran aktiva pajak tangguhan dicatat bila dimungkinkan adanya realisasi manfaat pajak di masa yang akan datang. Aktiva pajak tangguhan harus dikurangi oleh penyisihan pajak tangguhan apabila terdapat probabilitas kurang dari 50 persen aktiva pajak tangguhan akan terealisasi. PSAK No.46 mensyaratkan agar pada tanggal neraca perusahaan harus meninjau kembali nilai tercatat aktiva pajak tangguhan. Oleh karena itu dibutuhkan judgement untuk menaksir  seberapa  mungkin  aktiva  pajak  tangguhan  tersebut  dapat  direalisasikan (Suranggane, 2007). Sifat subjektif dalam menentukan penyisihan aktiva pajak tangguhan menyediakan sebuah kesempatan bagi perusahaan untuk melakukan manajemen laba (Kieso, 2010). Penyisihan aktiva pajak tangguhan dapat menjadi instrumen dalam melakukan manajemen laba karena perubahan dalam penyisihan aktiva pajak tangguhan mempengaruhi laba operasi berjalan perusahaan yang kemudian mempengaruhi laba bersih pada periode berjalan (Miller & Skinner, 1998).

Phillips et al., (2004) berpendapat bahwa perusahaan melakukan manajemen laba secara oportunis dengan meningkatkan dan menurunkan penyisihan aktiva pajak tangguhan yang menunjukkan manajemen beban pajak tangguhan dan bukan manajemen laba sebelum pajak. Peningkatan pada saldo penyisihan akan meningkatkan pula saldo beban pajak tangguhan dan akan menurunkan laba sebelum pajak (laba buku) dan begitu pun sebaliknya. Pendapat di atas menunjukkan seolah – olah beban pajak tangguhan memiliki sifat dan kemampuan yang sama dalam mendeteksi manajemen laba, padahal kedua instrumen hasil penelitian akuntansi perpajakan tersebut memiliki dasar fundamental yang berbeda sehingga kedua instrumen  tersebut  dapat  menjadi  alat  untuk  mendeteksi  manajemen  laba.  Beban pajak tangguhan merupakan hasil dari pengakuan akrual berdasrkan diskresi manajemen yang menyebabkan perbadaan antara laba buku-pajak. Penyisihan aset pajak tangguhan berasal dari sifat subjektivitas dalam Standar Akuntansi Keunagan yang tidak menetapkan aturan baku bagi manajemen dalam mentukan penyisihan aktiva pajak tangguhan. Beban pajak tangguhan memiliki beberapa kelemahan dalam pendeteksian manajemen laba. Beban pajak tangguhan tidak dapat menangkap semua aktivitas manajemen laba karena adanya perbedaan permanen buku-pajak yang tidak menhasilkan   perbedaan   temporer   buku-pajak.   Manajer   juga   dapat   membuat keputusan akrual yang mengubah arus kas operasi dan mempengaruhi baik laba sebelum pajak maupun laba kena pajak. Beban pajak tangguhan tidak dapat menangkap semua aktivitas manajemen laba sehingga perlu instumen komponen perbedaan temporer lainnya untuk dijadikan perbandingan kemampuannya dalam mendeteksi manajemen laba dan komponen pembanding dalam penelitian ini adalah penyisihan aktiva pajak tangguhan. Penyisihan aktiva pajak tangguhan juga memiliki kelemahan berdasarakan kesimpulan penelitian oleh Bauman et al., (2000), yaitu tidak semua perubahan dalam penyisihan aktiva pajak tangguhan tercatat yang mempengaruhi pajak penghasilan dalam operasi berkelanjutan. Pengguna laporan keuangan pun tidak dapat menyimpulkan komponen perbedaan temporer mana yang lebih tepat secara langsung untuk digunakan dalam mendeteksi manajemen laba.

Literatur akuntansi mendefinisikan manajemen laba dengan berbagai cara. Manajemen laba terjadi ketika manager menggunakan judgement dalam pelaporan keuangan  dan  dalam  strukturisasi  transaksi  untuk  mengubah  laporan  keuangan dengan tujuan menyesatkan stakeholder mengenai apa kinerja ekonomi yang sebenarnya terjadi di dalam perusahaan (Healy dan Wahlen 1998). Chao et al., (2004) dengan lebih spesifik mendefinisikan manajemen laba dengan “sebuah proses dalam mengambil langkah yang disengaja di dalam batasan Generally Accepted Accounting Principles untuk menghasilkan tingkat laba dilaporkan yang diinginkan”.

Burgstahler dan Dichev (1997) berhipotesis bahwa manager memiliki insentif untuk menghindari pelaporan penurunan laba dan menghindari pelaporan kerugian. Degeorge et al., (1999) mengemukakan bahwa manajer berusaha untuk memenuhi atau melebihi ramalan analis. Penelitian ini akan membandingkan dua komponen bawaan dari adanya perbedaan temporer buku-pajak yang  akhir – akhir ini menjadi objek penelitian akuntansi perpajakan, yaitu kemampuan beban pajak tangguhan dan penyisihan aktiva pajak tangguhan dalam mendeteksi manajemen laba. Dalam menginvestigasi perbandingan kemampuan beban pajak tangguhan dan penyisihan aktiva   pajak   tangguhan,   penulis   menggunakan   bukti   manajemen   laba   dalam penelitian Burgstahler dan Dichev (1997) dan Degeorge et al., (1999) untuk mengidentifikasi manajemen laba untuk memenuhi dua target laba: (1) untuk menghindari pelaporan penurunan laba, dan (2) untuk menghindari pelaporan kerugian.

 

B.     Rumusan Masalah

1.      Bagaimanakah dasar akuntansi untuk pajak penghasilan?

2.      Bagaimanakah akuntansi untuk kerugian operasi neto?

3.      Bagaimanakah penyajian laporan keuangan?

4.      Bagaimanakah tinjauan metode aset-liabilitas?

C.     Tujuan

1.      Mengetahui dasar akuntansi untuk pajak penghasilan

2.      Mengetahui bagaimana akuntansi untuk kerugian operasi neto

3.      Mengetahui bagaimana penyajian laporan keuangan

4.      Mengetahui bagaimana metode aset liabilitas

 


 

BAB II PEMBAHASAN

A.    Dasar Akuntansi Pajak Penghasilan

Perusahaan juga harus mengajukan pengembalian pajak penghasilan berdasarkan pedoman yang dikembangkan oleh otoritas pajak yang sesuai. Oleh karena IFRS dan peraturan pajak berbeda dalam beberapa cara, maka pajak penghasilan sebelum pajak dan laba kena pajak pun sering kali berbeda. Akibatnya jumlah yang dilaporkan perusahaan sebagai beban pajak akan berbeda dari jumlah pajak yang harus dibayar keotorisasi perpajakan.

Pendapatan keuangan sebelum pajak (pretax financial income) adalah istilah pelaporan keuangan. Hal ini sering juga disebut laba sebelum pajak, laba untuk tujuan pelaporan keuangan, atau laba untuk tujuan pembukuan. Perusahaan menentukan laba sebelum pajak menurut IFRS. Perusahaan mengukurnya dengan tujuan memberikan informasi yang berguna kepada investor dan kreditor.

Laba kena pajak (taxable income)-laba untuk tujuan pajak-adalah istilah akuntansi pajak. Ini menunjukkan jumlah yang digunakan untuk menghitung pajak penghasilan yang terutang. Perusahaan menentukan laba kena pajak sesuai dengan peraturan perpajakan. Pajak penghasilan memberikan uang untuk mendukung operasi pemerintah.

1.      Jumlah Kena Pajak Masa Depan dan Pajak Tangguhan

Perbedaan temporer (temporary difference) adalah selisih antara dasar pengenaan pajak atas aset atau liabilitas dan jumlah yang dilaporkan (jumlah tercatat atau nilai buku) dalam laporan keuangan, yang akan menimbulkan jumlah kena pajak atau jumlah yang dapat dikurangkan di tahun tahun depan. Jumlah kena pajak (taxable amounts) meningkatkan laba kena pajak di tahun tahun depan. Jumlah yang dapat dikurangkan (deductible amounts) akan mengurangi laba kena pajak di tahun-tahun depan.

 

 

 

a.       Liabilitas Pajak Tangguhan

Liabilitas pajak tangguhan (differed tax liability) merupakan konsekuensi pajak tangguhan yang terkait dengan perbedaan temporer kena pajak. Dengan kata lain, liabilitas pajak tangguhan merupakan kenaikan pajak yang harus dibayar pada tahun- tahun depan sebagai akibat adanya perbedaan temporer kena pajak yang terjadi pada akhir tahun berjalan.

Beban pajak kini (current tax expense), adalah jumlah pajak penghasilan terutang untuk periode berjalan, dan beban pajak tangguhan. Beban pajak tangguhan (differed tax expense) adalah kenaikan saldo liabilitas pajak tangguhan dari awal sampai akhir periode akuntansi.

b.      Ringkasan Tujuan Akuntansi Pajak Penghasilan

Tujuan pertama akuntansi untuk pajak penghasilan adalah dengan mengakui jumlah pajak yang harus dibayar atau dapat dikembalikan untuk tahun berjalan. Tujuan kedua adalah untuk mengakui liabilitas dan aset pajak tangguhan atau konsekuensi pajak dimasa depan dari kejadian yang telah diakui dalam laporan keuangan atau laporan pajak.

2.      Jumlah Dapat Dikurangkan Masa Depan dan Pajak Tangguhan

Asumsikan bahwa selama tahun 2011, Cunningham Inc. Memperkirakan biaya garansi terkait dengan penjualan oven microwave adalah sebesar $500.000, yang dibayarkan secaa merata selama dua tahun ke depan. Untuk tujuan pembukuan, pada tahun 2011 Cunningham melaporkan beban garansi dan terkait estimasi liabilitas atas garansi sebesar $500.000 dalam laporan keuangannya. Untuk tujuan pajak, pemotongan pajak garansi tidak diperbolehkan sampai garansi dibayar. Oleh karena itu, Cuningham tidak mengakui liabilitas garansi dalam laporan posisi keuangan untuk dasar pengenaan pajak. Ilustrasi 19.11 menunjukkan laporan posisi keuangan pada akhir tahun 2011.

 

 

 

 

Per buku

 

31/12/11

 

Per pengembalian pajak

 

31/12/11

Estimasi liabilitas atas garansi

$500.000

Estimasi liabilitas atas garansi

$-0-

Ilustrasi 19.11 Perbedaan Temporer Pendapatan penjualan

 

 Ketika Cunningham membayar liabilitas garansi, mereka melaporkan beban (jumlah yang dapat dikurangkan) untuk tujuan pajak. Oleh karena perbedaan temporer ini, Cunningham harus mengakui manfaat pajak (konsekuensi pajak positif) pada tahun 2011 atas potongan pajak yang akan dihasilkan dari penyelesaian liabilitas di masa depan. Cunningham melaporkan manfaat pajak masa depan ini dalam laporan posisi keuangan 31 Desember 2011 sebagai aset pajak tangguhan.

Kita dapat memikirkan situasi ini dari sisi lain. Jumlah yang dapat dikurangkan dapat terjadi dari pengembalian pajak di masa depan. Jumlah dikurangkan di masa depan ini menyebabkan laba kena pajak kurang dari laba sebelum pajak di masa depan akan sebagai akibat adanya perbedaan kontemporer. Perbedaan temporer Cunningham timbul (terjadi) dalam satu periode (2011) dan membalikkan selama dua periode (2012 dan 2013).

a.       Aset pajak tangguhan (pengakuan)

Aset pajak tangguhan (deffered tax asset) merupakan konsekuensi pajak tangguhan yang timbul dari perbedaan temporer yang dapat dikurangkan. Dengan kata lain, aset pajak tangguhan merupakan kenaikan pajak yang dapat dikenbalikan (atau disimpan) pada tahun-tahun depan sebagai akibat perbedaan temporer yang dapat dikurangkan yang terjadi pada akhir tahun berjalan.

Manfaat pajak tangguhan (differed tax benefit) diakibatkan adanya kenaikan aset pajak tangguhan dari awal sampai akhir periode akuntansi (serupa dengan contoh liabilitas pajak tangguhan Chelsea sebelumnya). Manfaat pajak tangguhan merupakan komponen negatif dari beban pajak penghasilan.

 

b.      Aset Pajak Tangguhan (Nonpengakuan)

Perusahaan mengakui aset pajak tangguhan untuk semua perbedaan temporer yang dapat dikurangkan. Namun, berdasarkan bukti yang ada, perusahaan harus mengurangi aset pajak tangguhan jika besar kemungkinan bahwa perusahaan tersebut tidak akan merealisasi sebagian atau seluruh aset pajak tangguhan. “Besar kemungkinan (probable)” berarti tingkat kemungkinan setidaknya paling sedikit lebih dari 50 persen.

Asumsikan bahwa Jensen Co. Memiliki perbedaan temporer yang dapat dikurangkan sebesar €1.000.000 pada akhir tahun pertama operasinya. Tarif pajaknya adalah 40 persen yang berarti bahwa Jensen mencatat aset pajak tangguhan sebesar €400.000 (€1.000.000 × 40%). Dengan asumsi utang pajak pajak penghasilan sebesar €900.000, Jensen mencatat beban pajak penghasilan, aset pajak tangguhan, dan utang pajak penghasilan sebagai berikut.

Beban pajak penghasilan                    500.000

Aset pajak tangguhan                         400.000

            Utang pajak penghasilan                     900.000

Setelah meninjau semua bukti yang ada dengan seksama, Jensen menentukan bahwa kemungkinan besar mereka tidak akan merealisasi sebesar €100.000 dari aset pajak tangguhan tersebut. Jensen mencatat penurunan nilai aset ini sebagai berikut.

Beban pajak penghasilan                    100.000

            Aset pajak tangguhan                         100.000

Jurnal ini meningkatkan beban pajak penghasilan pada periode berjalan karena Jensen tidak berharap untuk merealisasi manfaat pajak untuk sebagian perbedaan temporer yang dapat dikurangkan. Jensen secara bersamaan mengakui penurunan jumlah tercatat aset pajak tangguhan. Jensen kemudian melaporkan aset pajak tangguhan sebesar €300.000 dalam laporan posisi keuangannya.

Jensen mengevaluasi akun aset pajak tangguhan pada akhir periode akuntansi. Jika, pada akhir periode berikutnya, Jensen mengharapkan tentang akan merealisasi sebesar €350.000 dari aset pajak tangguhan ini, Jensen membuat jurnal untuk menyesuaikan akun tersebut sebagai berikut.

Aset pajak tangguhan (€350.000-300.000)     50.000

            Beban pajak penghasilan                                50.000

Jensen harus mempertimbangkan semua bukti yang ada, baik positif maupun negatif, untuk menentukan apakah berdasarkan bukti yang ada, perlu disesuaikan dengan aset pajak tangguhan. Misalnya, jika Jensen telah mengalami serangkaian kerugian selama beberapa tahun, Jensen dapat mengamsumsikan bahwa kerugian tersebut akan berlanjut. Oleh karena itu, Jensen akan kehilangan keuntungan dari jumlah dikurangkan di masa depan.

Umumnya laba kena pajak yang cukup besar timbul dari perbedaan temporer kena pajak yang akan dibalik di masa depan atau dari strategi perencanaan pajak yang akan menghasilkan laba kena pajak di masa depan. Ilustrasi 19.12 menunjukkan bagaimana Ahold (NLD) memnggambarkan pelaporan aset tangguhannya.

 

Ilustrasi 19.12

Catatan 11. Penilaian signifikan diperlukan untuk menentukan apakah aset pajak  tangguhan dapat direalisasi. Ahold menentukan hal ini berdasarkan perkiraan laba kena pajak yang timbul dari liabilitas pajak tangguhan yang diakui berdasarkan anggaran, perkiraan arus kas, dan metode penurunan nilai. Jika utilisasi tersebut tidak memungkinkan, maka aset pajak tangguhan tidak diakui.

 

 
 Pengungkapan Aset Pajak Tangguhan


 

3.      Penyajian Laporan Laba Rugi

Situasi yang terjadi akan mempengaruhi apakah perusahaan harus menambahkan  atau mengurangkan perubahan pajak penghasilan tangguhan ke atau dari utang pajak penghasilan dalam menghitung beban pajak penghasilan. Misalnya, perusahaan menambahkan kenaikan liabilitas pajak tangguhan ke utang pajak penghasilan. Di sisi lain, perusahaan mengurangkan kenaikan aset pajak tangguhan dari utang pajak penghasilan. Ilustrasi 19.13 digunakan untuk menghitung beban (manfaat) pajak penghasilan.

 

Utang pajak penghasilan atau                         Perubahan Pajak         total beban atau

Pajak penghasilan yang dapat             ±          penghasilan     =          manfaat pajak

Dikembalikan                                                 tangguhan                   penghasilan

 

 
Ilustrasi 19.13

Formula untuk menghitung beban pajak penghasilan

 

 

 

 

 

      Dalam laporan laba rugi atau catatan atas laporan keuangan, perusahaan harus mengungkapkan komponen signifikan dari beban pajak penghasilan yang dapat diatribusikan kepada operasi yang dilanjutkan.

4.      Perbedaan spesifik

Beberapa item dapat menimbulkan perbedaan antara laba sebelum pajak dan laba kena pajak. Untuk tujuan pengakuan akuntansi, perbedaan ini ada dua jenis: (1) temporer, dan (2) permanen.

a.       Perbedaan temporer

Perbedaan temporer kena pajak (taxable temporary difference) adalah perbedaan temporer yang menimbulkan jumlah kena pajak pada tahun-tahun depan ketika aset yang bersangkutan dipulihkan. Perbedaan temporer dapat dikurangkan (deductible temporary differences) adalah perbedaan temporer yang menimbulkan jumlah yang dapat dikurangkan pada tahun-tahun depan ketika jumlah tercatat liabilitas terkait diselesaikan. Perbedaan temporer kena pajak menimbulkan pencatatan liabilitas pajak tangguhan. Perbedaan temporer dapat dikurangkan menimbulkan pencatatan aset pajak tangguhan.

Menentukan perbedaan temporer mungkin akan sulit bagi perusahaan. Perusahaan harus menyusun laporan posisi keuangan untuk tujuan perpajakan yang dapat dibandingkan dengan laporan posisi keuangan sesuai IFRS. Beberapa perbedaan antara dua laporan posisi keuangan tersebut termasuk dalam perbedaan temporer.

Aspek yang timbul dan pembalikan dari perbedaan temporer. Perbedaan temporer yang timbul (originating temporary differences) adalah perbedaan awal antara dasar pembukuan dan dasar pengenaan pajak aset atau liabilitas tersebut. Disisi lain, perbedaan oembalikan (reversing difference) terjadi ketika perusahaan menghilangkan perbedaan temporer yang timbul dari periode sebelumnya, dan kemudian menghapus pengaruh pajak terkait dari akan akun pajak tangguhan.

b.      Perbedaan permanen

Beberapa perbedaan antara laba kena pajak dan laba sebelum pajak besifat permanen. Perbedaan permanen (permanent differences) timbul dari item yang (1) masuk kedalam laba sebelum pajak, tetapi tidak pernah masuk ke dalam laba kena pajak; atau (2) masuk ke dalam laba kena pajak, tetapi tidak pernah masuk ke dalam laba sebelum pajak.

Pemerintah menetapkan berbagai ketentuan undang undang pajak untuk mencapai tujuan politik, ekonomi, dan sosial tertentu. Beberapa ketentuan ini mengecualikan pendapatan tertentu dari perpajakan, membatasi biaya yang dapat dikurangkaan tertentu, dan mengizinkan pengurangan biaya lain-lain tertentu yang melebihi biaya yang terjadi. Perusahaan yang memiliki penghasilan bebas pajak, biaya yang tidak dapat dikurangkan, atau pengurangan yang dizinkan melebihi harga, memiliki tarif pajak efektif yang berbeda dengan tarif pajak biasa (reguler).

Oleh karena perbedaan permanen hanya mempengaruhi periode terjadinya, maka tidak menimbulkan jumlah kena pajak masa depan atau jumlah dapat dikurangkan. Akibatnya, perusahaan tidak mengakui adanya konsekuensi pajak tangguhan.

5.      Pertimbangan Tarif Pajak

Tarif pajak yang berlaku tidak berubah dari satu tahun ke tahun berikutnya. Dengan demikian, untuk menghitung jumlah pajak penghasilan tangguhan dalam laporan posisi keuangan, perusahaan hanya mengalikan perbedaan temporer kumulatif dengan tarif pajak kini.

a.       Tarif Pajak Masa Depan

Apa yang akan terjadi jika tarif pajak diperkirakan akan berubah di masa depan? Dalam hal ini, perusahaan harus menggunakan tarif pajak yang berlaku secara substansial (substancially anacted tax rate) yang diharapkan berlaku. Oleh karena itu, prusahaan harus mempertimbangkan perubahan tarif pajak yang akan berlaku efektif untuk tahun-tahun depan ketika menentukan tarif pajak yang akan digunakan untuk menghitung perbedaan temporer.

b.      Revisi Tarif Pajak Masa Depan

Jika terjadi perubahan tarif pajak yang berlaku, perusahaan harus mencatat pengaruhnya terhadap akun pajak penghasilan tangguhan yang ada dengan segera. Perusahaan melaporkan pengaruh tersebut sebagai penyesuaian terhadap beban pajak penghasilan pada periode tersebut.   

B.     Akuntansi Untuk Rugi Operasi Neto

Rugi operasi Neto (net  operating  loss - NOL) untuk tujuan perpajakan terjadi ketika biaya yang dapat dikurangkan dari pajak melebihi laba kena pajak. Beban pajak yang tidak adil kan terjadi jika perusahaan dikenai pajak selama periode yang menguntungkan tanpa menerima keringanan pajak selama periode rugi operasi neto.

 

1.      Kerugian Carryback

Dengan menggunakan kerugian carryback (loss carryback), perusahaan dapat "membawa" (carry) rugi operasi neto dua tahun ke belakang dan menerima pengembalian pajak penghasilan  yang dibayarkan pada tahun-tahun tersebut. Perusahaan harus menggunakan kerugian tersebut pada tahun sebelumya, dan kemudian ke tahun ke dua. Jika masih ada kerugian yang tersisa setelah carryback  dua tahun, perusahaan dapat meneruskan kerugian yang tersisa tersebut sampai 20 tahun ke depan untuk menyaling hapus (offset) laba jena pajak di masa depan.

2.      Kerugian Carryforward

Perusahaan dapat melepaskan kerugian carryback dan hanya menggunakan opsi kerugian carryforward (loss carryforward), untuk menyaling hapus (offset) laba kena pajak di masa depan sampai 20 tahun.

a.       Contoh Kerugian Carryback

Berdasarkan hukum, Groh Inc. harus menerapkan carryback  pertama ke tahun kedua sebelum tahun mengalami kerugian. untuk akuntansi dan tujuan pajak, menerima pengembalian uang pajak merupakan pengaruh pajak (tax effect) atau manfaat pajak (tax benefits) dari kerugian carryback.

b.      Contoh Kerugian Carryforward

Perusahaan menggunakan Carryforward untuk menyaling hapus (offset) laba kena pajak di masa depan, pengaruh pajak dari kerugian  carryforward merupakan penghematan pajak di masa depan. Realisasi manfaat pajak masa depan bergantung pada laba masa depan, yang masih tidak pasti.

C.     Penyajian Laporan Keuangan

1.      Laporan Posisi Keuangan

Perusahaan mengklasifikasikan piutang atau utang pajak sebagai aset lancar atau liabilitas jangka pendek. Meskipun aset dan liabilitas pajak kini diakui dan diukur secara terpisah, tetapi aset tersebut dapat saling hapus (offset) satu sama lain dalam laporan posisi keuangan. Saling hapus terjadi karena perusahaan biasanya memiliki hak yang berkekuatan hukum untuk menetapkan aset pajak kini (piutang pajak) terhadap liabilitas pajak kini (utang pajak) bila berhubungan dengan pajak penghasilan yang dipungut oleh otoritas perpajakan yang sama. Aset pajak tangguhan dan liabilitas pajak tangguhan juga diakui dan diukur secara terpisah, tetapi dapat saling hapus dalam laporan posisi keuangan. Aset pajak tangguhan neto atau liabilitas pajak tangguhan neto di laporkan pada bagian tidak lancar laporan posisi keuangan.

2.      Laporan Laba Rugi

Perusahaan mengalokasikan beban (atau manfaat) pajak penghasilan ke operasi yang di lanjutkan, operasi yang di hentikan, penghasilah kompherensif lain, penyesuaian periode sebelumya. pendekatan ini di sebut alokasi pajak antar periode (interperiod tax  allocation). selain itu, komponen  beban (manfaat) pajak dapat mencakup:

a.       Beban (manfaat) pajak kini.

b.      Setiap penyesuaian yang diakui dalm periode pajak kini pada periode sebelumya.

c.       Jumlah beban (manfaat) pajak tangguhan sehubungan dengan originasi dan pembalikan perbedaan temporer.

d.      Jumlah beban (manfaat) pajak tangguhan sehubungan dengan perubahan tarif pajak atau pengenaan pajak baru.

e.       Jumlah manfaat  yang timbul dari rugi pajak (rugi fiskal), kredit pajak, atau perbedaan temporer yang sebelumnya tidak diakui pada periode sebelumnya, yang digunakan untuk mengurangi beban pajak kini dan tangguhan.

3.      Rekonsiliasi Pajak

Pengungkapan penting lainnya adalah rekonsiliasi antara beban pajak aktual dan tarif pajak yang berlaku. perusahaan dapat menyajikan:

Ø  Rekonsiliasi numerik antara beban (manfaat) pajak dan hasil laba akuntansi di kaikan dengan tarif pajak yang berlaku, yang juga mengungkapkan dasar tarif pajak yang berlaku.

Ø  Rekonsiliasi numerik antara rata- rata tarif pajak efektif dab tarif pajak yang berlaku, yang juga mengungkapkan dasar perhitungan tarif pajak yang berlaku.

Pengungkapan pajak penghasilan di perlukan karena:

a.       Menilai kualitas laba

b.      Membuat predeksi arus kas masa depan yang lebih baik.

c.       Memprediksi arus kas masa depan untuk rugi operasi yang belum dikompensasi.

D.    Tinjauan Metode Aset Liabilitas

IASB percaya bahwa Metode aset-liabilitas (Asset-liability method) (kadang-kadang disebut sebagai pendekatan liabilitas) adalah metode yang paling konsisten untuk menghitung pajak penghasilan. Salah satu tujuan pendekatan ini adalah untuk mengetahui jumlah pajak yang harus dibayar atau dapat dikembalikan untuk tahun berjalan. Tujuan kedua adalah untuk mengakui liabilitas dan aset pajak tangguhan untuk konsekuensi pajak masa depan atas kejadian yang telah diakui dalam laporan keuangan atau laporan pajak.

Untuk melaksanakan tujuan tersebut, perusahaan menerapkan beberapa prinsip dasar dalam menghitung pajak penghasilan pada tanggal laporan keuangan, sebagaimana tercantum dalam ilustrasi 19.14

Ilustrasi 19.14

Prinsip Dasar Metode Aset Liabilitas


Prinsip Dasar

a.       Liabilitas atau aset pajak kini diakui karena taksiran pajak yang harus dibayar, atau dikembalikan pada saat pengembalian pajak selama tahun berjalan.

b.      Liabilitas atau aset pajak tangguhan diakui karena taksiran pengaruh pajak dimasa depan yang dapat datribusikan ke perbedaan temporer dan carryforward.

c.       Pengukuran dan liabilitas pajak kini dan tangguhan didasarkan pada ketentuan undang-undang pajak yang berlaku; dampak perubahan masa depan dalam undang-undang perpajakan atau tarif pajak tidak diantisipasi.

d.      Pengukuran aset pajak tangguhan berkurang, jika diperlukan, dnegan jumlah manfaat pajak yang tidak diharapkan dapat direalisasikan (berdasarkan bukti yang ada).

 
 


Ilustrasi 19.15 menggambarkan prosedur untuk menerapkan metode aset liabilitas.

 

Ilustrasi 19.15

Prosedur Perhitungan dan Pelaporan Pajak Penghasilan tangguhan

Mengidentifikasi jenis dan jumlah perbedaan temporer dan carry forward yang ada.

 
 

Pada laporan posisi keuangan

Melaporkan jumlah tidak lancar neto

Pada laporan laba rugi

Melaporkan beban (manfaat)pajak kini dan beban (manfaat) pajak tangguhan dan beban (manfaat) pajak

 
 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


 


BAB III PENUTUP

A.    Kesimpulan

Pendapatan keuangan sebelum pajak (pretax financial income) adalah istilah pelaporan keuangan. Hal ini sering juga disebut laba sebelum pajak, laba untuk tujuan pelaporan keuangan, atau laba untuk tujuan pembukuan. Perusahaan menentukan laba sebelum pajak menurut IFRS. Perusahaan mengukurnya dengan tujuan memberikan informasi yang berguna kepada investor dan kreditor.

Laba kena pajak (taxable income)-laba untuk tujuan pajak-adalah istilah akuntansi pajak. Ini menunjukkan jumlah yang digunakan untuk menghitung pajak penghasilan yang terutang. Perusahaan menentukan laba kena pajak sesuai dengan peraturan perpajakan. Pajak penghasilan memberikan uang untuk mendukung operasi pemerintah.

Rugi operasi Neto (net  operating  loss - NOL) untuk tujuan perpajakan terjadi ketika biaya yang dapat dikurangkan dari pajak melebihi laba kena pajak. Beban pajak yang tidak adil kan terjadi jika perusahaan dikenai pajak selama periode yang menguntungkan tanpa menerima keringanan pajak selama periode rugi operasi neto.

B.     Saran

Bagi pelajar maupun mahasiswa terutama yang berada di jurusan akuntansi sangat penting untuk mendalami ilmu akuntansi mengenai akuntansi pajak penghasilan agar dapat mengantisipasi dan mempunyai keahlian dalam melakukan pencatatan laporan keuangan.


 

DAFTAR PUSTAKA

Donald, Kieso E. dkk. 2018. “Akuntansi Keuangan Menengah”. Jakarta: Salemba Empat.

 

 

 Jika Kamu Menginginkan refrensi berbentuk File

 


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

AKUNTANSI PAJAK PENGHASILAN

  KATA PENGANTAR   Puji syukur kita haturkan atas kehadirat Alla SWT yang telah memberikan kita berbagai macam nikmat, sehingga aktivi...